RDKK Dinilai Minimalisir Penyelundupan Pupuk Subsidi
Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid dalam pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI dengan direksi PT. Pupuk Indonesia di Cirebon, Jawa Barat, Kamis (28/1/2021). Foto : Husen/Man
Anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid menilai konsep Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang digulirkan pemerintah untuk para petani ditujukan untuk meminimalisir penyelundupan pupuk bersubsidi. RDKK ini disusun untuk memetakan jumlah kelompok tani dan kebutuhan pupuk bersubsidi.
"Dengan RDKK tidak mungkin ada kelebihan stok di suatu daerah yang mengakibatkan pupuk itu lompat ke industri. Di situlah muncul konsep RDKK yang diharapkan meminimalisir lompatan pupuk subsidi ke industri. Akhirnya harga subsidi menjadi nonsubsidi," ungkap Nusron dalam pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI dengan direksi PT. Pupuk Indonesia di Cirebon, Jawa Barat, Kamis (28/1/2021).
Stok pupuk bersubsidi yang menumpuk di suatu daerah, selalu memunculkan kecenderungan negatif para oknum di daerah untuk menjual pupuk bersubsidi itu ke industri dengan harga yang jauh lebih mahal. Akhirnya, para direksi PT Pupuk Indonesia juga yang disalahkan. Menurut politisi Partai Golkar ini, untuk mendistrijusikan pupuk bersubsidi secara merata, perlu pula mendata areal sawah di daerah setiap tahun.
"Perlu pendataan sawah oleh Kementerian Pertanian yang up to date tiap tahun. Keberadaan sawah ternyata dinamis, sehingga kebutuhan pupuk juga ter-up date," jelas Nusron. Dia melanjutkan, perlu edukasi kepada para petani bahwa alokasi subsidi yang disediakan pemerintah per hektare hanya 3,25 kwintal. Sementara rata-rata petani mintanya 6,5 kwintal per hektare untuk urea bagi petani padi.
“Kalau pupuk ureanya terlalu banyak, kata ahli pertanian, mengganggu unsur hara tanah. Apalagi, sekarang sudah hampir tak ada petani yang menggarap tanahnya dengan kerbau atau sapi. Lebih banyak menggunakan traktor," kata mantan Kepala BNP2TKI ini. (mh/sf)